Pendahuluan
3.1 Pada bab II telah dibahas tentang sayap tak terbatas (2D), dimana property aerodinamik yang tersedia pada lampiran diktat ini bisa langsung digunakan untuk sayap 2D. Namun sebenarnya bahwa kenyataan sayap yang ada di pesawat adalah sayap terbatas (sayap 3D) atau finite wing. Dengan demikian harus selalu terbayangkan bahwa sayap mempunyai ujung sayap. Salah satu perbedaan yang mendasar antara sayap 2 D dan sayap 3 D adalah bahwa sayap 3 D memperhitungkan penomena kebocoran aliran pada ujung sayap, sedangkan pada sayap 2 D penomena tersebut tidak pernah terjadi.
3.2 Gaya Angkat Finite Wing. Terjadinya gaya angkat pada sayap, adalah akibat adanya beda distribusi tekanan antara permukaan atas dan bawah sayap. Pada dasarnya yang disebut sayap tebatas adalah sayap yang mempunyai span terbatas. Pada sayap dengan panjang span yang terbatas, adanya beda tekanan tersebut mengakibatkan pada ujung-ujung sayap (wing tips), terjadi “leak” atau aliran udara dari permukaan bagian bawah yang lebih tinggi ke permukaan atas yang lebih rendah tekanannya. Aliran udara pada ujung-ujung sayap tersebut, berpengaruh pada pola aliran udara permukaan atas dan bawah sayap seperti terlihat pada gambar 3-1.

Gambar 3-1 : Pola aliran pada ujung sayap 3 D
Pada permukaan bawah sayap aliran udara cenderung membelok ke arah ujung sayap, sedangkan pada permukaan atas cenderung membelok ke arah pangkal sayap (wing root), sehingga terjadilah aliran tiga dimensi ( 3D ). Kemudian dengan adanya aliran udara dari permukaan bawah ke permukaan atas pada ujung-ujung sayap, maka akan terjadi gerakan udara berpusar pada ujung–ujung sayap yang disebut vortex seperti terlihat pada gambar 3-2.

Gambar 3-2 : Vortex di belakang ujung sayap
Dengan gerakan berpusar pada ujung sayap, akan menghasilkan komponen kecepatan udara ke bawah di belakang sayap, yang kemudian disebut downwash. Adanya downwash dan kecepatan udara bebas (freestream) ,terbentuklah segitiga kecepatan dengan downwash sebagai komponen ke bawah seperti gambar 3-3.

Gambar 3-3 : Segitiga kecepatan
Dari segitiga kecepatan didapat :

Karena sudut
sangat kecil, maka
sehingga



dimana
dalam radian.

Dalam suatu pembuktian bahwa besarnya
untuk aliran inkompresibel (density konstan) adalah :


Persamaan 3-3 digunakan untuk sayap dengan distribusi gaya angkat berubah secara ellip di sepanjang span seperti gambar 3-4, yang menghasilkan distribusi gaya ke bawah (down wash) secara merata.


Gambar 3-4 : Distribusi lift dan downwash sayap ellip
Untuk betuk sayap lainnya, ditambah factor keefektifan span (span effectiveness factor) e. Dengan demikian persamaan 3-3 menjadi :

Persamaan 3-4
dalam derajat, sedangkan dalam radian adalah :


Dimana AR = Aspek Rasio
Dari rumus di atas terbukti bahwa semakin kecil aspek rasio sayap, akan memperbesar downwash. Pada sayap dua dimensi tidak terjadi downwash, karena mempunyai aspek rasio tak terhingga.
Pengaruh adanya downwash akan menggeser arah aliran udara relative dari yang sebenarnya, menjadi aliran udara relative local seperti terlihat pada gambar 3-5.
Bergesernya arah aliran udara relative, mengakibatkan menurunya sudut serang efektif airfoil. Meskipun secara geometris airfoil pada posisi sudut serang
, namun sudut serang yang efektif karena pengaruh downwash adalah
yang besarnya :




|



Gambar 3-5 : Pengaruh down wash pada relative wind
Dengan mengecilnya sudut serang efektif, maka vector gaya angkat local (L) yang selalu tegak lurus terhadap aliran udara relative local, akan menjadi condong ke belakang. Dengan demikian pada sayap 3D dengan aspek rasio kecil, ada sudut serang yang sama akan menghasilkan gaya angkat lebih rendah bila dibanding dengan yang mempunyai aspek rasio yang lebih tinggi. Namun menurunnya sudut serang efektif karena pengaruh downwash, membuat sudut stall sayap dengan aspek rasio rendah akan lebih rendah. Perbandingan pertambahan gaya angkat dengan variasi sudut serang dari berbagai aspek rasio, dapat dilihat dari kurva CL versus sudut serang pada gambar 3-6.
3.3 Induced drag. Dengan adanya downwash, aliran udara relative bergeser menjadi aliran udara relative local yang bersudut αi terhadap aliran udara relative sebenarnya ( gambar 3-5). Konsekwensinya gaya angkat local yang selalu tegak lurus dengan aliran udara relative, akan condong dengan membentuk sudut αi terhadap gaya angkat sebenarnya. Miringnya gaya angkat local akan menghasilkan komponen gaya horizontal
, dan gaya inilah yang disebut induced drag. Besarnya Induced drag adalah sebagai berikut :


Gambar 3-6 : Pengaruh Pengaruh aspek rasio terhadap kurva CL versus α






Dengan demikian :



Persamaan (3-9) dengan asumsi bahwa sudut downwash
sepanjang span konstan, dan ini hanya sesuai untuk sayap bentuk distribusi beban berbentuk ellips. Agar persamaan tersebut bisa digunakan dalam segala bentuk pembebanan, maka dinyatakan :


Dimana e disebut factor kefektifan span (span effectiveness factor), dengan harga e = 1 untuk sayap ellip, sedangkan jenis sayap lainnya harga e <1. Biasanya e berharga antara 0.8 sampai dengan 0.95. Dari rumus 3-10 dapat disimpulkan bahwa :
a. Induced drag tidak terjadi pada sayap 2D, karena AR berharga tak terhingga.
b. Semakin tinggi nilai AR, induced drag akan semakin kecil.
c. Pada sudut serang gaya angkat nol (zero lift angle of attack), tidak terjadi induced drag.
d. Induced drag berbanding langsung dengan CL2 , sehingga induced drag disebut drag akibat lift (drag due to lift). Pada dasarnya daya engine pesawat yang digunakan untuk melawan induced drag, adalah daya yang dibutuhkan untuk mempertahankan agar pesawat bisa tetap terbang.
3.4 Gaya Seret Total (Total Drag) Sayap. Gaya seret total untuk sayap pesawat dengan kecepatan subsonik adalah jumlah antara profile drag dengan induced drag :



Gambar 3-7 : Drag Polar
Catatan :
CD = koefisien drag total
CD0 = koefisien profil drag
CDi = koefisien induced drag
Profile drag terdiri dari dua komponen yaitu drag karena gesekan kulit CDf dan drag karena separasi CDp. Dengan demikian :
CD0 = CDf + CDp ……….(3-13)
Harga CD0 dapat dilihat pada table pada Appendix pada diktat ini. Harga CD dan CL yang diperoleh dari persamaan 3-11 diplot dalam grafik pada gambar 3-7. Kurva
CD versus CL disebut drag polar. Induced drag tidak ada dalam table, karena induced drag tidak terjadi pada sayap 2D.

Contoh Soal
1. Pesawat fighter Northrop F-5, mempunyai sayap seluas 170 ft2. Sayap menghasilkan lift 18.000 lb. Dengan kecepatan 250 mph pada standard sea level, hitung koefisien lift.
2. Span sayap F-5 adalah 25,25 ft. Hitung koefisien induced drag dan indu
ced drag dengan kondisi seperti contoh soal nomor 1. Asumsi e = 0,8.
3. Pesawat dengan luas sayap 206 m2, dengan aspek rasio 10, e = 0,95, dan jenis airfoil NACA 4412. Berat pesawat 7,5 x 105 N. Jika density altitude 3 km dan kecepatan terbang 100 m/dtk, hitung drag total pesawat.
3.5 Perubahan Kurva Gaya Angkat 3D dan 2D. Perubahan kurva gaya angkat 3 D ke 2 D dapat diperhitungkan secara analitis.

Gambar 3-8 : Kurva perubahan 2 D ke 3D
Berdasarkan gambar 3-8 a :

Jika diintegrasikan :

Jika persamaan 3-5 dimasukkan ke dalam persamaan 3-15 diperoleh :


Jika persamaan 3-15 dideferensialkan :

Persamaan 3-16 untuk α dalam derajat, sedangkan jika α dalam radian, maka :

Dari persamaan 3-17 terbukti bahwa pada sayap tak terbatas (A=∞), maka a = a0 Berdasarkan gambar 3-8b, bahwa dCL/dα = a. Dengan demikian persamaan 3-16 menjadi :

Kalau dalam radian :

![]() |
Slope lift sayap tak terbatas, bisa dihitung :

Di mana η adalah factor empiris untuk kurva lift slope sayap 2 D.
Persamaan 3-16 menggambarkan bentuk kemiringan lift (lift slope) untuk sayap terbatas (finite wing) dengan aspek rasio A, jika slope lift sayap tak terbatas (a0) diketahui. Ingat bahwa a0 bisa dilihat dari data airfoil yang tersedia dalam Daftar Appendix D dari Diktat ini. Juga perlu dicatat bahwa kemiringan slope sayap terbatas selalu lebih kecil dari kemiringan lift sayap tak terbatas.
Sebagai kesimpulan bahwa bahasan tentang gaya angkat pada sayap terbatas, memberikan dua perubahan dari data airfoil yang diberikan dalam Appendix D :
a. Induced drag harus ditambahkan pada drag sayap terbatas :

Total drag = Profil drag + Induced drag
b. Slope dari kurva lift untuk sayap terbatas lebih kecil dari sayap tak terbatas (a < a0)
3.6 Swept Wings (Sayap Sapu). Hampir semua pesawat terbang berkecepatan tinggi menggunakan sayap sapu belakang (swept back wings) seperti gambar 3-9. Mengapa? Mari perhatikan lebih dahulu penerbangan subsonik, dan perhatikan bentuk sayap lurus seperti gambar 3-9a. Asumsikan bahwa sayap mempunyai penampang airfoil dengan Angka Mach Kritis (Mcr = 0.7). Pada bab sebelumya dijelaskan bahwa besarnya M∞ sedikit di atas Mcr, yang menghasilkan drag sangat besar. Dengan demikian dibutuhkan Mcr sebesar mungkin pada pesawat yang dirancang untuk kecepatan tinggi. Sekarang asumsikan jika swept back wing dengan sudut 300 seperti gambar 3-9b. Airfoil tetap mempunyai Mcr = 0,7, namun diukur pada komponen kecepatan yang tegak lurus pada leading edge sayap Jika Mcr adalah Angka Mach pada arus bebas (free stream), maka airfoil pada gambar 3-9b akan mempunyai Angka Mach efektif yang lebih kecil, yaitu M∞ Cos 300. Hasilnya bahwa Mcr aktual dapat ditingkatkan lebih besar dari 0,7 sebelum penomena kritis pada airfoil tercapai. Dengan demikian Mcr dapat ditingkatkan menjadi lebih tinggi, yaitu 0,7/Cos 300 = 0,808, seperti gambar 3-9b. Ini berarti bahwa M∞ jauh lebih besar dari pada Mcr, yaitu seharga 0,808 dibanding 0,7 seperti gambar 3-9b. Dengan demikian bahwa peningkatan drag yang besar pada saat M∞ melebihi Mcr, akan dapat ditunda ke M∞ yang jauh lebih besar dari pada Mcr airfoil yang pada gambar 3-9b (lebih besar dari 0.7 yaitu 0.808). Oleh karena itu membuat sayap berbentuk swept back (menyapu ke belakang) pada sayap subsonik akan menunda divergensi drag ke angka Mach yang lebih besar.

Gambar 3-9 : Pengaruh sayap swept pada angka Mach kritis
Pada kenyataan bahwa aliran udara pada sayap swept merupakan aliran 3 dimensi yang cukup komplek, namun disederhanakan dalam bentuk aliran yang tegak lurus leading edge sayap. Namun mengacu gambar 3-9b, bahwa Mack kritis yang aktual dengan sudut sapu (swept angle) Ω, maka :

Bagi penerbangan supersonik, penggunaan sayap swept juga menguntungkan. Misalnya dua sayap swept pada gambar 3-10. Untuk M∞ > 1 dengan harga tertentu, Mach cone dengan sudut µ sama dengan sudut Mach. Jika leading edge dari sayap swept berada di luar Mach cone (gambar 3-10a), maka komponen angka Mach yang tegak lurus pada leading edge adalah supersonik. Dengan demikian, oblique shock wave akan terjadi pada sayap tersebut dan menghasilkan wave drag yang besar. Sebaliknya, jika leading edge sayap swept ada di dalam Mach cone (gambar 3-10b), maka komponen angka Mach yang tegak lurus leading edge adalah subsonic. Dengan demikian, wave drag yang dihasilkan oleh sayap menjadi lebih kecil. Oleh karena itu, keuntungan bentuk sayap swept back untuk kecepatan supersonik secara umum untuk mengurangi wave drag, dan jika sayap swept berada dalam Mach cone, akan menghasilkan pengurangan wave drag secara signifikan.

Gambar 3-10 : Sayap swept untuk aliran supersonik :
a) Sayap swept di luar Mach cone
b) Sayap swept di dalam Mach cone
Pengaruh kuantitatif dari ketebalan maksimum dan tingkat sapu belakang sayap terhadap koefisien wave drag dapat dilihat pada gambar 3-11a dan 3-11b. Kasus ini didasarkan pada sayap dengan aspek rasio 3,5 dan taper ratio 0,2. Secara jelas bahwa sayap tipis dengan sudut sapu yang besar akan menghasilkan wave drag yang kecil.

Gambar 3-11 : Variasi koefisien drag minimum terhadap angka Mach
a) Ketebalan sayap sebagai parameter (Ω=470)
b) Sudut swept sebagai parameter (t/c = 4%)
Pengaruh sayap swept pada lift-to-drag ratio (L/D) dilihat pada gambar 3-12. Sebagai catatan bahwa penggunaan sayap swept pada pesawat subsonik, maka bentuk sapu belakang sayap akan mengurangi koefisien gaya angkat (CL) lebih besar dari pada koefisien gaya hambat (CD), sehingga menurunkan L/D ratio. Sebaliknya untuk pesawat supersonik, misalnya dengan M=2.2, bentuk swept sayap akan mengurangi CL dan CD secara seimbang dan tidak berpengaruh pada L/D ratio.

Gambar 3-12 : Variasi L/D dengan sayap swept
Sebagai catatan akhir, bahwa tidak semua pesawat supersonik menggunakan sayap swept. Pada pesawat supersonik, wave drag dapat dikurangi dengan menggunakan stubby, aspek rasio yang sangat rendah, sayap lurus namun tipis, airfoil yang tajam (Lochead F-104). Pada pesawat supersonik, wave drag biasanya lebih besar dan lebih diperhatikan dari pada induced drag. Dengan demikian pesawat supersonik dengan sayap aspek rasio kecil akan mengurangi wave drag jauh lebih besar dari pada meningkatkan induced drag. Sebagai hasil net adalah mengurangi drag total. Dengan demikian aspek rasio rendah pada pesawat supersonik akan lebih efisien, sedangkan pada pesawat subsonik aspek rasio tinggi akan lebih efisien.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar