Selasa, 12 April 2011

BAB IV HIGHT LIFT DEVICES




Pengenalan

4.1       Pesawat terbang yang sedang melakukan unjuk kerja pada kecepatan rendah, misalnya saat pendaratan (landing) atau tinggal landas (take off), sangat memerlukan harga  yang tinggi guna mempertahankan gaya angkat untuk mengimbangi berat pesawat.  Sebagian besar pesawat konvensional kecepatan rendah, mempunyai koefisien gaya angkat maksimum sekitar 1.4 atau 1.5. Jika menginginkan kecepatan stall yang rendah, maka harus dapat diperoleh koefisien gaya angkat maksimum  yang lebih tinggi.  Salah satu cara peningkatan  adalah dengan memperbesar camber, namun cara ini akan meningkatkan harga gaya seret (drag).  Suatu cara untuk mengatasi persoalan tersebut adalah dengan menggunakan suatu alat yang dikelompokkan sebagai high lift devices (alat mempertinggi gaya angkat).  Alat-alat yang termasuk dalam high lift devices ini dapat mengubah karakteristik airfoil, yaitu memperbesar  pada saat dibutuhkan terutama bila beroprasi pada kecepatan rendah. Alat mempertinggi gaya angkat pada dasarnya bekerja dengan tiga prinsip:

a.       Mengubah geometri airfoil, sehingga memperbesar ukuran camber.
b.      Merubah luas sayap.
c.       Mengendalikan lapis batas (boundary layer) dengan energi tambahan.

Dari alat-alat tersebut, ada yang bekerja dengan dua atau tiga prinsip sekaligus, yaitu selain mengubah geometri juga merubah luas sayap atau mengendalikan lapis batas. Alat mempertinggi gaya angkat antara lain : leading edge flap, trailing edge flap, leading edge slot, boundary layer blowing, boundary layer suction dan jet flap.

4.2       Flap.    Flap adalah yaitu bagian sayap berbentuk bidang yang terpasang di sayap bagian belakang (trailing edge),  yang bisa digerakkan pada posisi netral dan turun (down) dengan bantuan engsel.   Kegunaan flap sebagai  penambah gaya angkat dihasilkan dari keberadaan flap pada sayap yang akan mengubah geometri airfoil, sehingga dapat menghasilkan koefisien gaya angkat maksimum (CLmax)  yang lebih tinggi.
Koefisien gaya angkat (lift coefficient) adalah parameter tanpa dimensi yang berperan dalam menentukan besarnya gaya angkat sayap dan merupakan fungsi dari angle of attack (α ), yang dinyatakan dengan formula :

L    =  0.5 ρ V2 S CL 

Dimana L =  lift
              ρ =  density
             V  =  kecepatan
            CL = koefisien lift     

Koefisien gaya angkat maksimum adalah harga  CLmax  tertinggi yang dihasilkan oleh sayap pada posisi angle of attack maksimum.  Jika angle of attack maksimum dilewati, maka akan terjadi kehilangan koefisien gaya angkat yang berarti sayap mengalami kehilangan gaya angkat yang disebut stall. Harga CLmax merupakan faktor penting dari kinerja airfoil, karena menentukan besarnya kecepatan stall pesawat.  Kecepatan stall adalah kecepatan yang dicapai pada posisi CLmax .  Pada saat terbang straight and level (terbang lurus dan datar), lift (L) sama dengan berat pesawat, sehingga :
 CLmax
L    =  W =  0.5 ρ V2 S CL  , sehingga :



           
Atau kecepatan stall :

 

Semakin tinggi nilai CLmax maka semakin rendah harga Vstal,  yang berarti pesawat bisa terbang dengan kecepatan lebih rendah, namun tetap aman (tidak stall).   Dengan demikian penggunaan flap dibutuhkan pada saat kecepatan pesawat rendah, misalnya pada saat take off ataupun landing.   Pada saat take off, agar pesawat segera airborn, maka dibutuhkan gaya angkat yang cukup untuk mengangkat berat pesawat, dengan cara menaikkan harga CLmax yaitu dengan menurunkan flap.  Sedangkan pada saat mendarat,  yang dibutuhkan adalah kecepatan yang serendah mungkin namun tetap aman,  yaitu dengan cara menambah CLmax sehingga kecepatan stall bisa serendah mungkin.  Kecepatan yang makin rendah pada saat mendarat, akan menghasilkan jarak pendaratan yang lebih pendek.      
 
4.2       Trailling Edge Flap. Flap trailing edge berupa bidang yang dipasang pada trailing edge sayap dengan bantuan engsel, sehingga flap bisa melakukan defleksi turun. Defleksi flap inilah yang akan mengubah besar camber sayap, sehingga akan meningkatkan besarnya koefisien gaya angkat. Beberapa jenis flap trailing edge antara lain plain flap, split flap, slooted flap, dan fowler flap.

a.         Plain Flap.   Dengan terjadinya defleksi flap ke bawah, akan menambah camber airfoil sayap seperti pada gambar 4-1. Selain itu flap juga akan mengurangi sudut serang tanpa menghasilkan gaya angkat (zerolift angle of attack), tanpa mempengaruhi besarnya slope dari kurva.   Dengan demikian pada setiap penambahan sudut serang sampai pada sudut serang stall (stalling angle), koefisien gaya angkat  akan bertambah secara konstan. Namun pertambahan sudut serang efektif agak lebih besar, sehingga dengan defleksi flap akan mengurangi besar sudut serang stall. Hal ini disebabkan bahwa pada penggunaan flap, separasi aliran akan terjadi lebih awal pada bagian belakang bidang flap. Kurva  dan sudut serang pada saat flap terdefleksi ke bawah dibanding dengan saat posisi netral dapat dilihat pada gambar 4.2.



        Gambar 4-1: Plain Flap 

Penambahan  biasanya lebih kecil dari penambahan   pada sudut serang yang lebih rendah. Hal ini akibat berkurangnya sudut serang stall pada saat flap defleksi. Karena itu penambahan  sangat penting diketahui, karena mempengaruhi besarnya pengurangan sudut serang stall.



 



          Gambar 4-2 :  Kurva CL vs α

Pengurangan sudut serang stall saat flap terdefleksi ke bawah sangat menguntungkan, karena juga mengurangi besarnya sudut serang saat tinggal landas ataupun mendarat, sehingga pandangan (visibilitas) pilot akan lebih baik.
Pengaruh defleksi flap terhadap distribusi tekanan pada airfoil dapat dilihat pada gambar 3.3. Dari gambar terlihat bahwa defleksi flap tidak hanya berpengaruh pada distribusi tekanan pada bagian airfoil belakang dimana flap terpasang, namun juga bagian depan airfoil. Tetapi penambahan gaya angkat total lebih banyak terjadi pada airfoil bagian belakang, sehingga koefisien tekanan  ikut bergeser ke belakang.  Bergesernya  akan menimbulkan momen yang membuat gerakan hidung ke bawah (nose-down), sehingga pilot harus melakukan koreksi pada setiap defleksi flap.
Bertambahnya camber efektif karena defleksi flap akan menambah koefisien gaya seret. Bertambahnya gaya seret akan memberikan efek pengereman yang sangat


                    Gambar 4-4 : Pengaruh defleksi flap terhadap distribusi tekanan


menguntungkan pada saat proses pendaratan, karena dapat melakukan landing approach dengan slope yang lebih terjal dan memperpendek landasan pendaratan.

b.       Split Flap.  Pada split flap, hanya bagian permukaan bawah belakang airfoil yang bergerak, sehingga geometri bagian atas tidak berubah saat flap berdefleksi.  Secara garis besar pengaruh defleksi flap terhadap penambahan CL sama dengan jenis plain.


 


              Gambar 4-5 :  Split flap

Namun karena perubahan camber kurang berpengaruh pada permukaan airfoil bagian atas, maka separasi pada permukaan atas airfoil bagian belakang hanya akan terjadi pada sudut serang yang lebih tinggi dari pada jenis plain. Dengan demikian untuk kerja split flap pada sudut serang tinggi lebih baik dari pada jenis plain. Tetapi pada sudut serang kecil, akan terjadi wake pada daerah di belakang flap yang terdefleksi, sehingga akan mengurangi unjuk kerja airfoil. Tetapi hal ini tidak menimbulkan masalah, karena tujuan pemakaian flap adalah untuk menciptakan unjuk kerja airfoil yang baik pada sudut serang yang tinggi.

c.       Slotted Flap.   Slotted flap mempunyai celah terbuka antara flap dan sayap bila flap sedang terdefleksi seperti gambar 4-5. Udara bertekanan lebih tinggi akan mengalir dari bawah sayap ke permukaan atas flap. Aliran ini merupakan tambahan energi yang akan mencegah terjadinya separasi aliran udara.



                  Gambar 4-5 :  Slotted flap

Disamping itu jenis flap ini juga sebagai pengubah besar camber seperti halnya jenis plain. Karena slotted flap bekerja dengan prinsip kombinasi antara pengubah geometri sayap dan pengendali lapis batas, maka penambahan koefisien gaya angkat lebih besar dari pada jenis plain ataupun split. Kemudian pengaruh slotted yang mencegah terjadinya separasi, akan menghasilkan penambahan gaya seret yang lebih kecil.


 


                                Gambar  4-6 : Fowler flap

d.       Fowler Flap.   Fowler flap selain bekerja seperti jenis slotted, defleksi flap ke bawah juga mengakibatkan penambahan luas efektif dan camber sayap. Dengan demikian flap jenis fowler sebagai penambah gaya angkat, bekerja dengan tiga prinsip yaitu memperbesar camber, mengontrol lapis batas dan menambah luas sayap. Penambahan luas sayap dihasilkan oleh kerja flap yang bergeser ke bawah seperti gambar 4-6.
Dengan penambahan luas efektif sayap serta pengaruh slotted dan pembesaran camber, maka fowler flap menghasilkan penambahan koefisien gaya angkat yang paling besar dari jenis flap trailing edge lainya. Perbandingan pertambahan koefisien gaya angkat antara fowler flap dengan jenis flap trailing edge lainya terlihat pada kurva gambar 4-7.



                  Gambar  4-7 :  Kurva CL vs α fowler flap


4.3       Leading Edge Slot.   Leading edge slot adalah salah satu alat mempertinggi gaya angkat dengan cara mengendalikan lapis batas. Leading edge slot terdiri dari airfoil kecil yang disebut slat, terpasang di depan leading edge sehingga membentuk celah ( slot ) dengan leading edge pada sayap. Dengan slot ini akan mengalir udara yang bertekanan tinggi pada permukaan bawah ke permukaan atas sayap. Aliran udara ini merupakan energi tambahan guna mencegah terjadinya separasi aliran.  Pada sudut serang rendah, pemakaian leading edge slot tidak terlalu berpengaruh karena belum ada kecenderungan terjadi separasi. Tetapi dengan sudut serang yang semakin tinggi, kecenderungan terjadinya separasi aliran terhambat sehingga koefisian gaya angkat bertambah terus, dan
stall terjadi pada sudut serang yang lebih tinggi dari pada tanpa slot. Kurva koefisien gaya angkat versus sudut serang antara sayap tanpa flap (bare wing) dengan sayap dengan leading edge slot, terlihat pada gambar 4-9.


           Gambar 4-8 : Leading edge flap

Dengan pemakaian slot, sudut serang stall bisa meningkat dari 15 sampai 25 derajat, dan koefisien gaya angkat maksimum (CLmax) bisa bertambah 60%.


                        Gambar 4-9 :  Kurva CL versus α untuk leading edge slot

Pada flap leading slot, terjadinya momen akibat bergesernya Cp ke belakang sangat kecil. Demikian pula gaya seret yang ditimbulkan airfoil pada sudut serang tinggi dan kecepatan rendah, juga berharga sangat kecil.
Meskipun pemakaian leading edge slot, menghasilkan CLmax yang lebih besar dari pada trailing edge flap namun ada beberapa kerugian :

a.          Pada kecepatan rendah dan sudut serang tinggi gaya seret sangat kecil, sehingga tidak menguntungkan untuk proses pendaratan.

b.         Pada sudut serang rendah dan kecepatan tinggi, slat di depan leading edge cenderung merusak aliran udara di atas sayap sehingga meningkatkan gaya seret.

c.         CLmax tercapai hanya saat sudut serang tinggi, sehingga posisi pesawat saat lepas landas ataupun mendarat sangat tegak. Posisi ini akan memperburuk pandangan ( visibilitas ) pilot.

Guna mengurangi kerugian tersebut, diciptakan slot otomatis di mana pada sudut serang tinggi akan terbuka, sedang pada sudut serang rendah alat tertarik ke airfoil sehingga slot akan tertutup.

4.4       Leading Edge Flap.  Flap jenis leading edge menghasilkan penambahan gaya angkat dengan cara mencegah terjadinya separasi.   Sebagian pesawat supersonic menggunakan leading edge dengan kelengkungan kecil.  Pada sudut serang yang sedang, aliran sekitar leading edge akan membelok dengan tiba–tiba. Akibatnya akan menimbulkan daerah separasi di belakang leading edge, yang disebut ulakan (separation bubble) seperti yang terlihat pada gambar 4-10a. Dengan penambahan sudut serang, ulakan melebar ke belakang sehingga mengakibatkan stall yang kuat.  Separasi ulakan dapat dicegah dengan penambahan camber pada leading edge seperti gambar 4-10b.
Dengan penambahan camber pada leading edge, aliran akan menjadi streamline dan terjadinya stall bisa dihambat.  Tetapi cara ini cenderung menambah gaya seret pada sudut serang rendah. Karena itu dipasanglah flap pada leading edge seperti pada gambar 4-10c. 
    
                                              a                                                      b

                                                                        c

                                         Gambar 4 -10 :  Leading edge flap

Leading edge flap bisa didefleksi ke bawah pada saat sudut serang tinggi dan bisa dinetralkan pada saat sudut serang rendah.  Karena pada sudut serang rendah flap pada kedudukan netral, maka slope airfoil dengan flap leading edge berimpit dengan slope sayap polos (bare wing) seperti kurva gambar 4-12.




                                 Gambar 4-11 :  Kurva CL versus α untuk leading edge slot


4.5       Boundary Layer Blowing.   Prinsip kerja boundary layer blowing sama dengan leading edge slot. Udara dengan kecepatan tinggi dihembuskan ke lapis batas melalui celah kecil (slit) pada permukaan atas airfoil seperti gambar 4-12a.  Hembusan ini merupakan energi tambahan guna mencegah terjadinya separasi. Karena udara yang dihembuskan berkecepatan lebih tinggi dibanding leading edge slot ataupun leading edge flap, maka boundary layer blowing bekerja lebih efektif sebagai pengendali lapis batas.


                                         a
     b

                                               Gambar 4-12 : Boundary layer blowing

Dengan cara ini stall bisa dihambat sampai sudut serang cukup tinggi. Hembusan udara di atas permukaan sayap akan memberikan percepatan aliran, sehingga menghasilkan penambahan CL yang lebih tinggi pada setiap peningkatan sudut serang. Slit yang ditempatkan dekat hidung airfoil, memberikan hembusan yang pengaruhnya dirasakan pada seluruh permukaan airfoil.
Slit ada juga yang ditempatkan di depan plain flap, dengan tujuan mencegah terjadinya separasi pada permukaan flap.  Alat ini bisa disebut blown flap seperti pada gambar 4-12b. Blown Flap lebih menguntungkan karena dengan penempatan slit pada hidung flap, maka kekuatan hembusan dapat mencapai bagian belakang airfoil dimana separasi bisa terjadi.

4.6       Boundary Layer Suction.   Prinsip kerja alat ini adalah menghisap aliran udara lemah pada lapis batas guna mencegah terjadinya separasi. Penghisapan ini dilakukan oleh sederetan lubang–lubang pada seluruh permukaan atas sayap, seperti terlihat pada gambar 4-13.



Gambar 4-13 :  Boundary layer suction
Selain mencegah separasi, penghisapan lapis batas juga dapat mempertahankan agar aliran udara tetap laminar. Karena itu penghisapan lapis batas menjadi perhatian perhatian khusus untuk perencanaan sayap yang menghasilkan gaya seret rendah.

4.7       Jet Flap.  Jet flap berupa tiupan udara berkecepatan tinggi dari celah kecil pada trailing edge sayap. Tiupan udara ini dibelokkan ke bawah dan terbagi dalam aliran atas dan bawah, sehingga membentuk bidang semburan udara yang pengaruhnya sama dengan hasil kerja trailing edge flap yang cukup besar. Pengaruh ini disebabkan oleh komponen ke bawah dari momentum tiupan udara. Dari percobaan membuktikan, bahwa jet flap menghasilkan koefisien gaya angkat yang sangat tinggi.  Guna membedakan istilah jenis –jenis flap yang lain (flap mekanis) yang bisa disebut “unpowered flap”, jenis jet flap disebut “powered flap”.



                              Gambar 4-13 : Jet flap

BAB II SAYAP ( WING )



Pengenalan

2.1       Pesawat dapat terbang karena adanya gaya angkat guna mengimbangi berat pesawat. Ada empat gaya yang bekerja pada pesawat terbang, yaitu thrust (gaya dorong), drag (gaya hambat), lift (gaya angkat), dan weight (berat) seperti terlihat pada gambar 2-1.  Sayap adalah bagian pesawat yang berbentuk bidang, berguna sebagai penghasil gaya angkat (lift).



                   Gambar 2-1 : Sayap penghasil lift untuk mengimbangi berat pesawat

Guna memperoleh karakteristik dalam penerbangan, sayap dibuat menurut bentuk dan ukurannya. Pada gambar 2-1 adalah bentuk-bentuk sayap yang bisa digunakan pada pesawat terbang.


 



Gambar 2-2 :  Bentuk sayap








The delta wing Vulcan bomber

A B-52 Stratofortress showing swept wing with a relatively large sweepback angle.

 












Gambar 2-3 : Bentuk sayap sweptback, delta, dan swept forward


2.2       Geometri Sayap.   Geometri sayap bila dipandang adalah seperti gambar 2-4, dengan penjelasan gambar sebagai berikut :


    Gambar 2-4 :  Geometri sayap

a.        Wingspan ( b ) adalah jarak antara ujung sayap. Jarak antara ujung sayap dengan garis pusat adalah semispan ( s )

b.        Chord ( c ) adalah jarak antara leading edge  dengan trailing edge. Ada dua macam chord  yaitu chord  pangkal atau root chord dan chord ujung atau tip chord . Perbandingan antara  disebut taper ratio  yang menggambarkan tingkat kelancipan  sayap. Sebagian besar sayap mempunyai harga  > 1.  Semakin besar harga λ, maka semakin tinggi tingkat kelancipan sayap (sayap semakin lancip).

c.         Mean Chord () adalah besarnya chord,  yang bila dikalikan dengan span  akan menghasilkan luas ( s ).

Jadi :

 atau

        

d.                Luas Wing adalah luas bidang  sayap, yaitu :


e.                 Aspect Ratio ( AR) adalah perbandingan antara span dan mean chord


bila dikalikan b/b, maka :


Arti fisik dari aspect ratio adalah menggambarkan kelancipan sayap.

f.          Swept Back Angle , adalah sudut antara garis yang ditarik sepanjang span  dan garis yang tegak lurus dengan garis pusat. Sebagai referensi, garis yang ditarik sepanjang span adalah garis lurus yang menghubungkan tempat kedudukan titik–titik yang berjarak ¼ dari chord, yang bisa diukur dari leading edge ataupun trailing edge.









 









Gambar 2-5 : Airfoil


2.3       Airfoil.  Guna mengetahui apa yang disebut airfoil, pada gambar 2-5 adalah sayap yang memanjang dengan span searah y. Aliran kecepatan udara bebas (freestream) , sejajar bidang xz. Airfoil adalah bagian sayap yang dipotong oleh bidang yang sejajar dengan bidang xz.
Nama-nama atau istilah-istilah dari bagian airfoil dapat dilihat pada gambar 2-6, yaitu :



                         Gambar 2-6 :  Bagian-bagian airfoil

a.        Mean Camber Line adalah garis yang menghubungkan tengah –tengah jarak antara permukaan sayap atas dan bawah.

b.        Leading Edge adalah titik terdepan dari mean camber line.

c.         Trailing edge adalah titik yang paling belakang dari mean camber line.

d.        Chord line adalah garis lurus yang menghubungkan leading edge dengan trailing edge, sedangkan chord adalah pajang chord line.

e.         Camber maksimum adalah jarak terjauh antara mean camber line dengan chord line.

f.         Ketebalan maksimum,(maximum thickness) adalah jarak terjauh antara permukaan atas dengan permukaan bawah.

g.                 Sudut serang (angle of attack), yaitu sudut yang dbentuk oleh aliran udara relative (relative wind) dan chord line.



Bentuk airfoil pada leading edge biasanya melingkar dengan jari–jari sekitar 0,02 C.



      Gambar 2-7 : Sudut serang

2.4       Klasifikasi Airfoil. Usaha-usaha penelitian dan percobaan telah dilakukan guna pengembangan desain airfoil. Pekerjaan ini paling banyak dilakukan oleh NACA (National Advisory Committee for Aeronautices), yang sekarang bernama NASA (National Aeronautics and Space Administration).  NACA telah melakukan identifikasi perbedaan bentuk airfoil dengan system penomeran yang logic.

a.        NACA Seri 4 Digit, adalah famili airfoil NACA yang dikembangkan pada tahun 1932, misalnya airfoil NACA 2412. Digit pertama menyatakan camber terbesar dalam perseratus chord, digit kedua adalah lokasi camber terbesar dari leading edge dalam persepuluh chord.  Kemudian dua digit terakhir adalah ketebalan maksimum dalam perseratus chord.
Airfoil NACA 2412 berarti mempunyai camber maksimum 0,02 C yang terletak pada 0,4C dari leading edge, dan ketebalan maksimumnya 0,12 C. Airfoil yang tidak mempunyai camber, dimana mean camber line dan chord line berimpit adalah airfoil simetri. Dengan demikian dalam penomeran NACA, simetri airfoil didahului digit 00 misalnya NACA 0015. Ini berarti bahwa airfoil berbentuk simetri dengan ketebalan 0,15 C.

b.        NACA Seri 5 Digit, dikembangkan sekitar tahun 1935 dengan menggunakan distribusi ketebalan seperti seri 4 digit. Tetapi mean camber line agak berbeda, karena camber maksimum menggeser ke depan guna menambah Cl maksimum.  Digit pertama dikalikan 3/2 menyatakan besarnya CL dalam persepuluh, dua digit berikutnya bila dibagi dua menyatakan lokasi camber maksimum sepanjang chord dihitung dari leading edge dalam persepuluh chord. Sedangkan dua digit terakhir adalah ketebalan maksimum dalam perseratus chord. Misalnya airfoil NACA 23012 yang berarti airfoil dengan koefisien gaya angkat 0.3, lokasi camber maksimum 0,15 C dan ketebalan maksimum 0.12 C.

c.         NACA Seri 1 (Seri 16) dikembangkan sekitar tahun 1939. Sedangkan besar NACA seri 1 mempunyai tekanan minimum yang terletak pada 0.6 C, karena itu juga dikenal dengan nama seri 16.  NACA seri 1 mempunyai 5 digit . Digit pertama menyatakan seri, digit ke dua adalah lokasi tekanan minimum dalam persepuluh chord. Kemudian digit setelah dash (-) menyatakan harga CL dalam persepuluh, sedangkan sisa dua digit adalah ketebalan maksimum dalam perseratus chord. NACA 16-212, berarti airfoil dengan seri 1 mempunyai tekanan minimum pada 0.6 C, dengan desain CL 0.2 dan ketebalan maksimum 0.12 C.

d.        NACA 6 Seri, dirancang guna mendapatkan drag yang diinginkan, kompresibilitas dan CL maksimum. Misalnya NACA , menyatakan bahwa airfoil dengan seri 6 dengan tekanan minimum terletak pada 0.5 C. Indek 1 dan angka 2 menyatakan bahwa drag rendah terjadi pada CL = 0.1 sampai dengan 0.2 dan ketebalan maksimum 0.12 C.
NACA   adalah bentuk airfoil sayap F -16 (Fighting Falcon), termasuk seri 6 dengan tekanan minimum pada 0.4 C. A adalah advance dan range optimum CL adalah ± 0.2.  Airfoil ini sangat tipis, yaitu dengan ketebalan .04 C sehingga sangat tepat untuk pesawat kecepatan supersonic.   Sketsa airfoil subsonic Naca dapat dilihat pada gambar 2-6.





Gambar 2-6 : Klasifikasi airfoil

2.5       Distribusi Tekanan Pada Airfoil.  Jika udara  mengalir dengan kecepatan relative terhadap airfoil, maka perubahan kecepatan dan tekanan akan terjadi. Aliran udara yang mendekati leading edge diperlambat, kemudian dengan lintasan lengkung pada permukaan atas dan bawah airfoil, mengakibatkan aliran udara menjadi dipercepat. Pada gambar 2-7 diperlihatkan perubahan kecepatan local lintasan aliran udara pada airfoil.









 









                 Gambar 2-7 : Perubahan kecepatan udara pada airfoil

Hukum Bernoulli menyatakan bahwa :

= konstan 

Jika aliran yang dianalisa aliran local dan aliran bebas (free stream), maka untuk aliran inkompresibel  (ρ = konstan), maka :

  


  …………….(2-1)

Jika persamaan 2-1 dibagi , maka :

……………….(2-2)

Dengan adanya perubahan kecepatan local pada seluruh permukaan airfoil, maka tekanan static local juga mengalami perubahan. Tekanan static local biasanya dinyatakan dalam koefisien tekanan
 ………….(2-3)

dimana :            = tekanan statik local sepanjang permukaan airfoil
                         tekanan statik pada aliran udara bebas
                         kecepatan udara bebas

Beberapa hal yang perlu dicatat :

a.         Pada titik stagnasi dimana kecepatan V = 0,  mempunyai nilai maksimum yaitu 1
b.         positif berarti mempunyai tekanan lebih besar dari pada tekanan udara bebas, sehingga daerah tersebut dinamakan daerah bertekanan positif.








 











Gambar 2-8 :  Kurva Cp terhada chord dan distribusi tekanan sepanjang airfoil
c.          negative berarti mempunyai tekanan lebih kecil dari tekanan udara bebas, sehingga daerah tersebut dinamakan daerah tersebut dinamakan daerah bertekanan negatif.

Dalam skema gambar 2-8, distribusi tekanan digambarkan pada setiap titik dengan arah normal (arah tegak lurus) pada permukaan airfoil.
Arah anak panah yang menuju ke permukaan airfoil menyatakaan daerah bertekanan positif, sedang yang meninggalkan permukaan airfoil menyatakan daerah bertekanan negatif.  Panjang tekanan sebanding dengan besarnya Cp pada setiap titik, dimana titik–titik tersebut berjarak proporsional dengan X/C. X adalah variasi jarak titik–titik dari leading edge, sedang C adalah panjang chord. Secara konfensional dapat di plot dalam suatu kurva pada gambar 2-8, dengan menempatkan harga negative pada daerah atas sumbu absis, sedangkan dapat dilihat bahwa luas daerah kurva merupakan koefisien gaya angkat (CL) airfoil.
Kemudian guna menghitung besarnya CL adalah dengan pengintegrasian
koefisien tekanan permukaan sayap atas dan bawah, dengan analisis seperti berikut :
Pada gambar 2-9,  adalah sudut serang dari airfoil. Notasi  merupakan elemen panjang, sehingga gaya normal untuk satu satuan span adalah pu , dimana pu adalah tekanan normal pada permukaan atas. Komponen gaya kearah y adalah  -pu , sehingga gaya yang bekerja pada permukaan atas sayap persatuan span adalah :



 

           

Gambar 2-9 :  Elemen gaya pada permukaan airfoil

 …………(2-4)

            Dengan cara yang sama, gaya pada permukaan bawah sayap adalah :

 …………….(2-5)

Dimana pl adalah tekanan statik pada permukaan bawah,

Dengan demikian gaya angkat total adalah :

  ……………(2-6)

Koefisien gaya angkat dapat diperoleh dengan persamaan :

…………….(2-7)

 ……….(2-8)

Cpl dan Cpu masing-masing adalah koefisien tekanan permukaan bawah dan atas sayap, dimana :

   dan 

Berdasarkan persamaan 2-3 bahwa koefisien tekanan merupakan fungsi dari V/V∞. Pada aliran fluida inkompresibel (density konstan), perbandingan  V/V∞ pada setiap titik pada airfoil hanya tergantung pada bentuk airfoil dan ketinggian.  Pada saat angka Mach meningkat sampai di atas M = 0,3, koefisien tekanan akan meningkat secara signifikan meskipun pada sudut serang yang sama. Hal ini disebabkan karena peningkatan pl - p∞ atau pu - p∞  lebih cepat dari pada tekanan dinamik.



Gambar 2-10 :   Perubahan koefisien tekanan lokal terhadap angka Mach
                                  pada free stream menurut pendekatan Prandtl – Glauret dan
                                  Karman Tsien

Perhitungan koefisien tekanan dengan memperhitungkan pengaruh kompresibilitas, oleh Prandtl dan Glauret diberikan pendekatan persamaan :

  dan     ………………..(2-10)

Di mana Mo = angka Mach pada daerah free stream dan indek INC adalah kondisi inkompresibel pada angka Mach = 0.  Persamaan di atas sangat cocok untuk angka Mach antara 0.7 s/d 0.8.  Pada M mendekati 1, Cp menjadi tak terhingga.
Pendekatan lain dengan persamaan yang lebih komplek diberikan oleh Von Karman dan Tsien :

  …………………(2-11)

Variasi koefisien tekanan local dengan angka Mach pada free stream sesuai dengan pendekatan Prandtl-Glauret dan Karman-Tsien, ditunjukkan pada gambar 2-10.   Pada gambar 2-10 juga ditunjukkan harga koefisien tekanan local yang dibutuhkan untuk mempercepat kecepatan local menjadi kecepatan suara.  Harga Cp tersebut dinamakan koefisien tekanan kritis (CPKR).  Penurunan persamaan koefisien tekanan kritis akan dibahas pada bab tentang kecepatan suara atau aliran kompresibel.
Variasi Cl terhadap angka Mach pada airfoil dengan sudut serang konstan, dari hasil eksperimen ditunjukkan pada gambar 8-11.  Koefisien tekanan meningkat dengan bertambahnya angka Mach sampai dengan kekuatan gelombang kejut yang menyebabkan terjadinya separasi aliran dan lift mulai menurun.   Hasil penting dari teori airfoil bahwa lift karena sudut serang bekerja pada titik yang berjarak ¼ dari airfoil dari leading edge.



Gambar 2-11: Variasi korfisien lift terhadap angka Mach NACA 64-210

2.6       Analisis Dimensi.   Dalam perhitungan besar gaya angkat biasanya menggunakan cara analisis dimensi. Bila bodi ( sayap ) bergerak relative terhadap suatu fluida, maka diasumsikan bahwa gaya yang bekerja besarnya tergantung pada density , ukuran bodi L dan kecepatan V. Dengan kata lain bahwa gaya dorong merupakan fungsi dari density, kecepatan, dan ukuran sayap atau :

F = f(ρ,V,l)

 Jika gaya (F) berbanding dengan hasil kali ketiga parameter di atas, maka persamaan gaya dapat ditulis :

  ………..(2-10)

 atau ; ; dan

Bila ditulis dalam satuan dasar massa, panjang dan waktu, maka persamaan 2-10 menjadi :

…………(2-11)

Penyelesaian dari persamaan di atas diperoleh harga a=1, b=2, c=2

Jadi  ……………….(2-12)

Selanjutnya persamaan gaya angkat dan gaya seret dapat ditulis :

………….(2-13)

 …………..(2-14)

…………..(2-15)

dimana :

M   = Momen pitching
CM  = Koefisien momen pitching
   = Koefisien pitching moment  
 = Koefisien gaya angkat
 = koefisien gaya berat
 = luas sayap ( ukuran dimensi dua )
 = tekanan dinamik fluida

2.7       Kurva Gaya Angkat Airfoil 2 D.  Sayap dengan airfoil dua dimensi adalah sayap dengan panjang span tidak terbatas, sehingga vortex (ulakan) tidak pernah terjadi pada ujung sayap. Variasi koefisien gaya angkat  dan sudut serang  airfoil dua dimensi dapat dilihat pada gambar 2- 10.



   Gambar 2-10 :   Kurva α versus CL pda sayap 2 dimensi


Pada sudut serang relative kecil dan sedang,   terhadap kenaikan α masih linier, sebagaimana dinyatakan dengan slope  Pada daerah ini aliran udara streamline pada seluruh permukaan sayap.
Tetapi dengan kenaikan α, aliran udara cenderung mengalami separasi (pemisahan) pada permukaan sayap, sehingga terbentuk wake (ulakan) di belakang airfoil. Terjadinya separasi aliran ini menyebabkan berkurangnya gaya angkat dan meningkatnya gaya seret. Kondisi inilah yang disebut stall, dan harga   terbesar sesaat sebelum stall disebut CL maksimum . Sudut serang di mana tercapai harga  disebut sudut serang pada CLmax
Harga  merupakan aspek penting pada unjuk kerja airfoil, karena menentukan kecepatan stall pesawat terbang. Kecepatan stall bisa dihitung dari rumus 2-13, yaitu :


Pada saat terbang straight and level, gaya angkat (L) = berat pesawat (W) sehingga :


…………..(2-16)

Kecepatan stall  terjadi pada saat CLmax, sehingga :


Besarnya CLmax dipengaruhi oleh beberapa factor :

a.         Ketebalan ( Thickness ).   Thickness chord ratio ( t/c ) antara 12 sampai 14 % akan meningkatkan harga CLmax, dan akan menurun jika ketebalan lebih besar.

b.         Camber.  Pengaruh pembesaran camber akan menambah lebar sirkulasi pada sayap sehingga akan menambah gaya angkat pada semua sudut serang. Dengan pembesaran camber akan cenderung menyebabkan stall lebih awal.

d.                  Angka Reynolds . Angka Reynolds mempunyai arti sebagai perbandingan antara gaya inertia dan gaya viscous yang dinyatakan :.


dimana :     = density
                  = viskositas
                  =
                  = viskositas kinematik

Jika gaya inertia jauh lebih besar dari gaya viscous, maka sifat aliran bisa diasumsikan sebagai aliran invisid (non viscous ). Angka Re yang lebih besar akan menghambat terjadinya separasi aliran, sehingga meningkatkan CLmax.

d.        Kelengkungan Hidung ( Nose Radius ).  Hidung yang tajam (jari-jari kelengkungan yang kecil), akan menyebabkan separasi lebih awal sehingga mengurangi CLmax.

2.8       Kurva Gaya Seret (Drag) 2 D.  Gaya seret airfoil dua dimensi disebut profil gaya seret (profile drag), yang merupakan jumlah gaya seret karena tekanan (form drag ) dan gesekan kulit ( skin friction ) karena tegangan viscous.  Pada airfoil dengan  sudut serang kecil, wake dibelakang airfoil sangat kecil dan form drag sangat rendah dibanding dengan skin friction. Bila sudut serang mendekati stall, separasi bergerak kedepan sehingga wake membesar yang mengakibatkan form drag naik dan meningkat tajam pada saat stall. Dengan demikian pada sudut serang kecil penambahan koefisien gaya seret  sangat kecil (hampir konstan), kemudian membesar saat sebelum stall seperti gambar 2-11.



Gambar 2-11 : Kurva α versus CD pada sayap 2 dimensi


Pertambahan  berbanding kira–kira seharga kuadrat dari , yang mungkin dapat ditulis :


dimana :  = bilangan positif konstan (kira-kira 0.01)
               = koefisien gaya seret pada saat gaya angkat nol

2.9       Terjadinya lift selain bisa dijelaskan dengan distribusi tekanan sepanjang airfoil, juga bisa dijelaskan dengan bahasa yang lebih sederhana dengan bantuan gambar 2-12. Lengkungan (camber) sayap atas lebih besar dari pada camber sayap bawah, sehingga  kecepatan udara pada permukaan sayap atas   lebih tinggi dari pada bawah sayap (V1>V2) seperti terlihat pada gambar 2-12.  Berdasarkan hukum Bernoulli, yang telah dibatasi bahwa aliran isentropis (adiabatis tidak ada gesekan), tidak melakukan kerja, dan inkompresibel, maka  :

 .............(2-18)


Jika persamaan diatas dibagi , maka :

..............(2-3)
Karena V2 <V1, maka harga adlah 0 <<1, dan karena , maka :

p2 – p1 > 0   atau p2  >  p1 .

Tekanan yang bekerja pada luasan permukaan sayap akan menghasilkan gaya, dimana gaya yang mendorong sayap ke atas lebih tinggi dari pada gaya yang mendorong sayap ke bawah.  Perbedaan gaya tersebut menghasilkan gaya aerodinamik R, yang selanjutnya gaya aerodinamik diuraikan dalam dua komponen.  Komponen gaya yang sejajar dengan relative wind disebut gaya angkat (lift), sedangkan komponen gaya yang sejajar dengan relative wind disebut drag (gaya hambat) seperti terlihat pada gambar 2-13.

R
 
L
 
How lift produce  V1 > V2


 


D
 
How lift produce  P1 > P2
Gambar 2-12 :  Terjadinya lift pada airfoil

Gaya aerodinamik adalah resultante dari gaya yang bekerja pada permukaan airfoil, sebagai hasil dari resultante tekanan static dikalikan dengan luas sayap.   Titik tangkap gaya aerodinamik berada pada garis chord yang disebut center of pressure (CP).  Untuk memudahkan, semua gaya yang berkerja pada pesawat atau airfoil dianggap sebagai koordinat segiempat.   Koordinat tersebut sebagai sumbu longitudinal  dan sumbu vertical, atau sumbu yang sejajar dan tegak lurus permukaan bumi.   Sedangkan untuk lift dan drag digunakan koordinat berupa relative wind sebagai absis dan garis yang tegak lurus relative wind sebagai ordinat.   
Besarnya lift ditentukan oleh beberapa factor antara lain koefisien lift yang ditentukan oleh angle of attack (sudut serang).  Jika sudut serang berubah, maka besar dan arah lift akan berubah, disamping lokasi CP juga bergerak.  
Pada gambar a yaitu airfoil simetri pada sudut serang 0, CP pada permukaan atas dan bawah airfoil pada lokasi yang sama. Karena kedua lift sama besar dan berlawanan arah, maka tidak ada net lift atau tidak menghasilkan lift. Dengan demikian juga tidak ada momen terhadap sembarang titik di airfoil.
Pada gambar b yaitu airfoil simetris pada sudut serang positif, vektor lift atas lebih besar dari bawah, sehingga menghasilkan net lift yaitu lift positif.  Selain itu kedua lift berada pada CP yang sama, sehingga tidak terjadi momen.


Gambar 2-13 : pengembangan pitching moment pada airfoil :
a)      simetri dengan α = 0; b) simetri dengan lift positif
c)      cambered airfoil zero lift; d) cambered airfoil dengan lift positif
e)   tidak ada pitching moment di sekitar CP

Pada gambar c yaitu airfoil camber pada sudut serang yang menghasilkan lift 0, menghasilkan lift atas dan bawah yang sama, namun mempunyai CP yang berbeda, sehinga menghasilkan momen (nose-down pitching moment).
Pada gambar d yaitu airfoil camber dengan sudut serang menghasilkan lift positif, maka tetap menghasilan nose down pitching moment.
Pada gambar e, net lift (lift atas dikurangi lift bawah) pada airfoil camber, tidak menghasilkan momen pitching pada CP, tetapi menghasilkan momen pada titik lain di airfoil.

2.10      Aerodyanamic Center

         Seperti dijelaskan sebelumnya, bahwa titik tangkap lift atau center of pressure (CP)  selalu bergerak sepanjang chord line pada setiap perubahan sudut serang (AOA).  Jika AOA diperbesar, CP bergerak maju dan sebaliknya jika AOA diperkecil.  Pada airfoil camber akan menghasilkan pitching moment yang menyulitkan perhitungan kestabilan. Karena itu konsep CP tidak digunakan lagi, melainkan menggunakan Aerodynamic Center (AC).
         Aerodynamic Center adalah titik pada airfoil dimana pitching moment konstan pada kecepatan konstan, yang berarti tidak terpengaruh oleh perubahan AOA. Dengan demikian lift dan drag mempunyai titik tangkap AC.
Lokasi AC akan berubah sedikit, tergantung bentuk airfoil.  Untuk airfoil subsonik, lokasinya sekitar 23 – 27% dari chord, sedangkan supersonik bergeser sekitar 50 % dari chord.

Contoh Soal

1.         Tekanan pada suatu titik pada sayap pesawat adalah 7,58 X 104 N/m2.  Pesawat terbang dengan kecepatan 70m/dtk pada kondisi dengan standard ketinggan 2000m.  Hitung koefisien tekanan pada sayap.

2.         Airfoil ditempatkan dalam terowongan angin dengan kecepatan 100 ft/dtk dan kondsi standard permukaan air laut.  Jika tekanan pada titik di airfoil 2102 lb/ft2, hitung koefisien tekanan.  

3.         Model sayap dengan panjang chord konstan ditempatkan pada terowongan angin kecepatan rendah.  Sayap adalah airfoil NACA 2412 dengan chord 1,3m.  Aliran pada terowongan angin adalah 50 ft/dtk pada kondisi standard permukaan airlaut.   Jika sayap dengan sudut serang 40, hitung CL, CD, dan CM 1/4 , serta lift, drag, dan momen sekitar seperempat chord persatuan span.

4.         Sayap yang sama pada contoh soal nomor 3, sudut serang ditingkatkan sehingga lift persatuan span 700 N (157 lb).

a.                   Hitung sudut serang
b.                  Berapa sudut serang agar diperoleh lift =0 (zerolift)